Senin, 20 Juli 2009


بسم الله الرحمن الرحيم

Ahlus Sunnah tidak Mengkafirkan Seorangpun dari Kalangan Kaum Muslimin


Oleh: Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab bin ‘Ali Al-Yamani Al-Wushabi Al-‘Abdali


Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah di dalam kitab beliau yang berharga (Al-Aqidah Al-Wasithiyah) hal. 67:

“Termasuk prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah bahwasanya agama dan iman itu ucapan dan amalan. Ucapan hati dan lisan, amalan hati, lisan dan anggota badan. Iman akan bertambah dengan sebab melaksanakan ketaatan dan berkurang dengan sebab melaksanakan kemaksiatan. Bersamaan dengan itu, mereka tidak mengkafirkan Ahlul Kiblat (orang Islam -pent) karena kemaksiatan dan dosa besar sebagaimana yang dilakukan Khawarij. Bahkan persaudaraan karena keimanan tetap ada sekalipun ada kemaksiatan. Sebagaimana Allah ‘Azza wa Jalla berfirman di dalam ayat tentang hukum qishash:

﴿فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ﴾

“Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik…” [Al-Baqarah: 178]

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

﴿وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِى حَتَّى تَفِىءَ إِلَى أَمْرِ اللهِ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ فَأَقْسِطُوا إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ. إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ﴾

“Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudara kalian dan bertakwalah kepada Allah supaya kalian mendapat rahmat.” (Al-Hujuraat: 9-10)

Mereka tidak meniadakan keislaman secara keseluruhan dari seorang fasik yang beragama Islam dan tidak berkeyakinan kekalnya mereka di dalam An-Nar sebagaimana perkataan Mu’tazilah. Tetapi orang fasik masuk di dalam nama iman yang mutlak sebagaimana di dalam firman Allah ‘Azza wa Jalla:

﴿فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤمِنَةٍ﴾

“….(hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba yang beriman …” (An-Nisaa’: 92)

(Namun) kadang-kadang ia tidak masuk di dalam nama iman yang mutlak sebagaimana di dalam firman Allah ‘Azza wa Jalla:

﴿إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ ءَايَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا﴾

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Rabbnyalah mereka bertawakkal.” (Al-Anfaal :2)

Dan dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:

وَقَوْلُهُ: ((لا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلا يَسْرِقُ السَّرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلا يَنْتَهِبُ نُهْبَةً ذَاتَ شَرَفٍ يَرْفَعُ النَّاسُ إِلَيْهِ فِيهَا أَبْصَارَهُمْ حِينَ يَنْتَهِبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ)).

“Tidaklah berzina seorang pezina tatkala dia berzina dalam keadaan mukmin, tidaklah mencuri seorang pencuri tatkala dia mencuri dalam keadaan mukmin, tidaklah seseorang meminum khamar tatkala meminumnya dia dalam keadaan mukmin, dan tidaklah seseorang merampas barang berharga yang para manusia mengangkat pandangan kepadanya ketika merampasnya ia dalam keadaan mukmin.” (Riwayat Bukhari no. 2343 dan Muslim no. 57 dari Abu Hurairah)

Kita katakan: dia mukmin yang kurang keimanannya, atau mukmin karena keimanannya, fasik karena dosa besarnya. Dia tidak diberi nama yang mutlak, tidak jugaa ditiadakan darinya kemutlakan nama.)

Selesai ucapan beliau rahimahullah.

Berkata Imam Ath-Thahawi rahimahullah:

“Kita tidak mengkafirkan seorangpun dari kalangan Ahlul Kiblat karena dosanya selama dia tidak menghalalkannya, kita juga tidak mengatakan bahwasanya dosa tidak bermudharat terhadap keimanan bagi orang yang melakukannya.” Lihatlah Syarhul Aqidah Ath-Thahawiyah dengan tahqiq Asy-Syaikh Al-‘Allaamah Al-Albani rahimahullah hal. 316!

Berkata Imam Ath-Thahawi rahimahullah juga:

“Kita mengharapkan bagi orang-orang yang berbuat kebaikan dari kalangan orang-orang yang beriman agar Allah mengampuni mereka dan memasukkan mereka ke dalam Jannah karena rahmat-Nya. Kita tidak merasa aman terhadap (dosa) mereka, kita tidak memastikan mereka sebagai penghuni Jannah, kita meminta ampun terhadap kejelekan mereka, kita khawatirkan diri mereka dan kita tidak putus asa terhadap mereka.” Lihatlah Syarhul Aqidah Ath-Thahawiyah dengan tahqiq syaikh kita ahli hadits masa ini Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah hal. 325!

Berkata Muwaffaquddiin Ibnu Qudaamah Al-Maqdisi di dalam kitab beliau (Lum’atul I’tiqad Al-Haadi Ila Sabiilir Rasyaad) hal. 27:

“Kita tidak memastikan seorangpun dari kalangan Ahlul Kiblat sebagai penghuni Jannah maupun sebagai penghuni penghuni An-Naar, kecuali yang telah dipastikan oleh Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi kita berharap (Jannah) untuk orang-orang yang berbuat baik dan kita khawatirkan (masuk An-Naar) untuk orang-orang yang berbuat kejelekan. Kita tidak mengkafirkan seorangpun dari kalangan Ahlul Kiblat karena suatu dosa dan kita tidak mengeluarkannya dari keislaman disebabkan suatu amalan.”

Selesai ucapan beliau rahimahullah.

Aku berkata:

Engkau melihat penukilan-penukilan yang terpercaya dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah ini. Aku telah memilihkan untukmu penukilan dari ketiga kitab ini, karena ketiganya diajarkan di sekolah-sekolah dan masjid-masjid Ahlus Sunnah wal Jama’ah di berbagai penjuru dunia. Barangsiapa yang ingin memahami aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah secara global maupun terperinci hendaklah ia kembali kepada ketiga kitab ini dan kitab-kitab aqidah Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah yang lainnya, setelah Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Ahlus Sunnah dalam masalah ini, sebagaimana dalam masalah-masalah syariat yang lainnya, mereka tidak lancang merubah syariat tersebut dengan akal-akal mereka. Hanya saja mereka kembali kepada Kitab dan Sunnah, dan tidaklah mereka memutuskan kecuali dengan dalil syar’i.

Barangsiapa yang Allah dan Rasul-Nya menghukuminya dengan keislaman, maka dia adalah muslim. Barangsiapa yang Allah dan Rasul-Nya menghukuminya dengan kekufuran maka dia adalah kafir. (Allah ‘Azza wa Jalla berfirman):

﴿إِنِ الْحُكْمُ إِلا لِلَّهِ﴾

“Hukum itu hanyalah kepunyaan Allah.” (Yusuf: 40 & 67 dan Al-An’aam: 57)

Dalil-dalil dari sunnah banyak sekali, di antaranya:

عَنِ ابْنِ عُمَرُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ((أَيُّمَا رَجُلٍ قَالَ لأَخِيْهِ يَا كَافْرُ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا)).

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Siapa saja yang mengatakan kepada saudaranya ‘Wahai kafir!’ maka (panggilan itu) kembali kepada salah satu dari keduanya.” (Riwayat Al-Bukhari no. 5753 dan Muslim no. 60)

عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولَُ: ((لا يَرْمِي رَجُلٌ رَجُلا بِالْفُسُوْقِ وَلا يَرْمِيْهِ بِالْكُفْرِ إِلا ارْتَدَّتْ عَلَيْهِ إِنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كَذَلِكَ)).

Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu bahwasanya dia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah seseorang menuduh seorang lain dengan kefasikan dan tidaklah ia menuduhnya dengan kekafiran kecuali akan kembali kepadanya jika (ternyata) temannya (yang dituduh) tidak seperti itu.” (Riwayat Al-Bukhari no. 5698 dan Muslim no. 61)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ((إِذَا قَالَ الرَّجُلُ لأَخِيْهِ يَا كَافِرُ فَقَدْ بَاءَ بِهِ أَحَدُهُمَا)).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika seseorang berkata kepada saudaranya ‘Hai kafir!’ maka akan kembali kepada salah satu dari keduanya.” (Riwayat Al-Bukhari no. 5752)

عَنْ ثَابِتِ بْنِ الضَّحَّاكِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ((وَمَنْ رَمَى مُؤْمِنًا بِكُفْرٍ فَهُوَ كَقَتْلِهِ)).

Dari Tsabit bin Adh-Dhahhak radhiyallahu anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda: “Barangsiapa menuduh seorang mukmin dengan kekafiran maka dia seperti membunuhnya.” (Riwayat Al-Bukhari no. 5754)

(Dinukil dari القول المفيد فى أدلة التوحيد (Al-Qaulul Mufid, Penjelasan tentang Tauhid) karya Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab bin ‘Ali Al-Yamani Al-Wushabi Al-‘Abdali, hal 414-420, penerjemah: Ummu Luqman Salma bintu Ngadino As-Salafiyyah, muraja’ah: Abu Sa’id Hamzah bin Halil As-Salafi, penerbit: Darul ‘Ilmi Yogyakarta, cet. ke-3 November 2007M, untuk http://akhwat.web.id)

الــــــــــــحمد لله الذي بنعمته تتم الصالــــــــــات

dicopy dari abhi zecha multiply.com

BUKU TAMU


MAU COBA BISNIS GRATIS ON LINE

height="60"/>